The Day After Tomorrow

Minggu lalu, aku dan Eva nonton The Day After Tomorrow. Tadinya sih pengen nonton Troy di Plaza Semanggi, tapi ternyata tiketnya abis. Jadinya nonton The Day After Tomorrow di Hollywood KC.

Seperti biasa, aku cuman ngasih komentar aja. Ngga ada resensi cerita, daftar pemain, dll. Silahkan cari di Google, pasti ada kok =)

Filmnya sih sebenarnya simple. Inti cerita secara garis besar bisa dilihat dari 1 sisi. Cerita utamanya sebenarnya adalah kerusakan lingkungan Bumi yg parah, yg membuat perubahan iklim secara global. Nah, cerita sampingannya adalah kisah seorang bapak yg ingin menjalankan janjinya, menjemput si anak dari tengah2 wilayah “berbahaya”.

Okay, cerita utamanya dulu. Sebenarnya secara ilmiah cukup menarik. Intinya, pemanasan global justru bukan mengakibatkan bumi jadi panas, tapi justru jadi dingin. Teorinya, krn pemanasan global, es di kutub utara jadi mencair. Efeknya ada 2: kadar garam air laut menurun, dan, suhu air laut di wilayah utara jadi menurun.

Nah, sampai di sini, tiba2 kita diberikan logika, bahwa ketidakseimbangan suhu air laut dan kadar garam air laut ini mengakibatkan ketidakseimbangan cuaca, dan akibatnya, terjadi badai raksasa: 1 di atas eropa, 1 di atas siberia, 1 di atas amerika utara. Di pusat badai raksasa ini, krn prinsip tekanan udara, terjadi gerakan udara yg menyedot udara di troposfir turun ke atas daratan. Dampaknya jelas: apapun di atas daratan menjadi beku dengan tiba2, krn udara troposfir yg memang sangat dingin.

Yg perlu diperhatikan dari sisi ini, loncatan logika dari ketidakseimbangan di laut dengan ketidakseimbangan di udara. Mungkin hanya ahli lingkungan yg mengerti, tapi setidaknya, orang awam spt aku bener2 ngga ngerti =)

Trus, yg lebih mengejutkan adalah jangka waktu nya. Hanya dalam 7 hari, muka bumi bisa berubah total. Memang di film ini ditunjukkan bahwa Zaman Es sebelumnya juga terjadi dalam waktu yg singkat. Ngga tau deh itu beneran ato nggak. Tapi tetap saja, perubahan iklim bumi dalam waktu sesingkat itu rasanya sangat tidak masuk di akal.

Biarpun cerita utama sebenarnya mengenai kerusakan iklim itu, tapi sebagian besar waktu film ini justru ditujukan untuk kisah “sampingan” nya, yaitu hubungan antara ayah dan anak. Bagaimana sang ayah berjanji akan menjemput anaknya, dan bagaimana anaknya berjuang untuk bertahan hidup, supaya ayahnya bisa menjemput dia. Ada sedikit kisah asmara antara sang anak dengan teman wanitanya, yg tidak terlalu menjadi fokus; sesuatu yg aneh untuk film Hollywood.

Tapi, film ini memang bukan film Hollywood biasa. Ditunjukkan bagaimana eksodus besar2an penduduk Amerika serikat ke Meksiko, untuk menghindari dingin yg luar biasa. Bagaimana AS harus menghapuskan hutang2 Meksiko, krn Meksiko tidak mengijinkan eksodus ini. Bagaimana akhirnya, pidato yg dilakukan oleh Wapres AS (krn Presiden tewas) mengakui dengan jujur bahwa dia salah, dan mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya pada Meksiko (dan negara2 lain) yg telah mau “menampung” eksodus besar2 ini, padahal selama ini negara2 ini disebut sebagai Negara Dunia Ketiga, yg miskin dan tidak mampu. Ya, perlu kita ingat, hampir seluruh negara maju ada di belahan bumi utara, kecuali Australia, Selandia Baru, dan mungkin Singapura. Bayangkan kalau Zaman Es terjadi di belahan bumi utara, berarti semua penduduknya harus “turun” ke selatan, menuju negara2 “miskin” =)

Singkatnya, film ini sangat menarik. Untuk yg belum nonton, cepat2 lah nonton. Biarpun bukan film perang seperti The Sum of All Fears, tapi cukup menghibur dan memberikan “nilai” sewaktu kita pulang dari bioskop: Mari kita melindungi Bumi dari kerusakan lingkungan.

One Comment

Add a Comment